Sabtu, 12 Januari 2013

Belajar dari Nabi Musa

Diceritakan dalam Qur'an surat Al Kahfi ayat 65-82 tentang bagaimana Nabi Musa a.s saat berguru pada seseorang yang menurut beberapa mufasir diyakini bernama Khidr. Sebelum Nabi Musa diperkenankan berguru kepada beliau, Sang Guru terlebih dahulu mengajukan satu persyaratan kepada Nabi Musa. Syaratnya adalah Nabi Musa tidak boleh mengajukan pertanyaan apapun sebelum Sang Guru menerangkannya. Di awal perjalanan ketika mereka sedang menaiki sebuah perahu, Nabi Musa melihat Sang Guru melubangi perahu tersebut. Melihat hal itu Nabi Musa serta merta bertanya kepada Sang Guru mengapa beliau melubangi perahu yang sedang mereka gunakan karena hal itu bisa membahayakan mereka sendiri apabila perahu bocor dan bisa tenggelam. Menanggapi pertanyaan muridnya Sang Guru mengingatkan syarat sebelumnya agar jangan ada pertanyaan sampai dengan Sang Guru menjelaskan. Nabi Musa pun meminta maaf dan mereka kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang pemuda, tapi Sang Guru membunuh pemuda tersebut tanpa sebab apapun. Melihat hal itu tentu saja Nabi Musa terkejut dan bertanya kepada gurunya mengapa beliau membunuh pemuda tersebut. Sang Guru kembali mengingatkan Nabi Musa agar tidak bertanya sebelum beliau menjelaskannya. Nabi Musa meminta maaf dan memohon agar dirinya tetap diijinkan mengikuti perjalanan bersama Sang Guru untuk terus belajar. Nabi Musa juga berjanji apabila di perjalanan berikutnya dia masih terus bertanya, maka Sang Guru dapat meninggalkannya dan tidak mengijinkan dirinya untuk melanjutkan perjalanan dan belajar dengan beliau. Ketika mereka tiba di suatu negeri, mereka menjumpai sebuah rumah yang dindingnya hampir roboh. Lalu Sang Guru dan Nabi Musa bekerja memperbaiki dinding rumah tersebut. Namun, penduduk di negeri itu tidak mau menjamu mereka meskipun mereka sudah bekerja membangun kembali dinding rumah yang nyaris roboh. Melihat hal itu Nabi Musa kembali bertanya kepada Sang Guru mengapa Sang Guru tidak meminta imbalan atas apa yang sudah mereka lakukan. Sesuai dengan perjanjian mereka sebelumnya, maka inilah akhir dari perjalanan Nabi Musa dalam berguru kepada Sang Guru.

Sebelum mereka berpisah, Sang Guru menjelaskan kepada Nabi Musa mengenai seluruh kejadian yang sudah mereka alami selama perjalanan. Pertama, Sang Guru mengatakan alasan mengapa beliau melubangi perahu yang sedang mereka tumpangi saat itu. Ternyata perahu tersebut adalah milik orang miskin yang bekerja di laut dan di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu sehingga mengapa Sang Guru sengaja merusak perahu tersebut agar perahu milik orang miskin itu tidak ikut dirampas. Barikutnya Sang Guru menjelaskan mengapa beliau tanpa sebab membunuh seorang pemuda yang mereka temui di tengah perjalanan. Ternyata pemuda itu adalah seorang anak durhaka yang akan menyesatkan kedua orang tuanya kepada kekafiran. Terakhir adalah alasan Sang Guru yang membangunkan kembali dinding sebuah rumah yang hampir roboh di kota meskipun mereka tidak mendapat imbalan apapun dari apa yang sudah dikerjakan. Rumah tersebut adalah milik dua anak yatim di kota itu yang di bawahnya tersimpan harta peninggalan ayah mereka yang diberikan kepada anak-anaknya. Harta tersebut suatu saat bisa digunakan sebagai bekal anak-anak yatim itu dalam menjalani kehidupannya.

Pertama kali membaca cerita tersebut, ada penolakan dalam hati saya mengapa murid tidak diperkenankan bertanya kepada gurunya dalam belajar? Bukankah kita dituntut untuk berpikir kritis dalam belajar? Namun ternyata bukan di situ esensinya. Ayat tersebut mengajarkan kepada kita agar kita senantiasa bersabar dalam belajar. Baik belajar dalam pengertian yang sesungguhnya seperti di sekolah ataupun di bangku kuliah, juga belajar mengenai banyak hal dalam kehidupan ini, kita memang dituntut untuk bersabar agar kita bisa menemukan makna yang tersembunyi dibalik apa yang kita pelajari dan kita rasakan. Dalam mempelajari hal-hal tertentu kondisikan hati dan pikiran kita seperti gelas kosong yang belum terisi air apapun. Biarkan ilmu itu mengisi hati dan pikiran kita agar bisa diperoleh pemahaman yang komprehensif. Tetapi jika gelas itu sudah terisi oleh air, biarkan air yang baru terus mengisi kapasitas gelas yang masih tersedia atau jika perlu terus isi gelas itu sampai airnya tumpah sehingga air lama tergantikan dengan yang baru. Demikian halnya dengan ilmu, jika kita sebelumnya sudah memperoleh ilmu serupa, jangan menolak untuk belajar ilmu serupa dalam versi yang baru. Biarkan ilmu baru itu menggantikan ilmu lama yang sudah kita peroleh sebelumnya agar kita menjadi manusia yang terus berkembang dan senantiasa berpikiran maju. Jangan pernah merasa puas dan cukup dalam belajar serta jangan pernah takut untuk belajar karena sebenarnya ilmu apapun itu bisa dipahami sepanjang kita mau bersabar untuk mempelajarinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar