Minggu, 30 Januari 2011

Mental Accounting

Pengertian akuntansi untuk seorang individu atau sebuah rumah tangga adalah sama dengan pengertian akuntansi untuk perusahaan bisnis pada umumnya, yaitu untuk mencatat, mengelompokan, menganalisis dan melaporkan transaksi atau kejadian ekonomik. Alasan mereka melakukan proses akuntansi juga sama dengan alasan perusahaan menerapkan akuntansi manajerial, yaitu untuk menelusuri kemana saja uang atau aset mereka digunakan sehingga pembelanjaan yang mereka lakukan dapat dikendalikan. Akuntansi mental merupakan deskripsi mengenai cara mereka melakukan proses akuntansi berdasarkan alasan yang telah dijelaskan sebelumnya. Akuntansi mental ini hanya dapat dipelajari dengan melakukan pengamatan menganai perilaku seseorang atau menyimpulkan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat.

Komponen dari akuntansi mental terdiri dari tiga macam, yaitu:
1.Menangkap bagaimana outcome dirasakan dan dialami, dan bagaimana keputusan dibuat dan dievaluasi.
Pilihan konsumen dapat dipahami dengan menggabungkan nilai yang disepakati dengan perhitungan yang berkaitan dengan keputusan pembelian.
2.Melibatkan penempatan aktivitas dalam akun-akun tertentu.
Baik sumber maupun penggunaan dana harus dikelompokan dalam sistem akuntansi mental sebagaimana dalam sistem akuntansi.
3.Frekuensi dari evaluasi suatu akun.
Saldo akun dapat dicatat secara harian, mingguan, bulanan, atau tahunan.
Alasan utama untuk mempelajari akuntansi mental ini adalah untuk meningkatkan pemaham menganai pilihan dari aspek psikologi. Proses akuntansi mental membantu dalam memahami pilihan-pilihan yang dilakukan oleh setiap individu karena kaidah dari akuntansi mental ini sifatnya tidak netral.

Dalam akuntansi mental dikenal istilah fungsi nilai. Fungsi nilai ini adalah representasi dari beberapa komponen pusat dari kebahagiaan manusia. Tiga ciri penting dari nilai fungsi ini adalah sebagai berikut:
1.Nilai fungsi didefinisikan sebagai perbandingan antara laba dan rugi terhadap referensi individu.
Hal ini berarti bahwa lebih berfokus pada perubahan daripada tingkat kemakmurannya sendiri. Transaksi dievaluasi tanpa menghubungan dengan hal-hal lainnya.
2.Baik fungsi laba maupun rugi menunjukkan sensitivitas yang berkurang.
Seseorang akan menganggap perbedaan antara $10 dengan $20 adalah lebih besar daripada perbedaan antara $1000 dan $1010.
3.Ketidaksenangan terhadap rugi.
Seorang individu memiliki rasa kecewa yang lebih besar bila menderita rugi $100. Sedangkan kurang merasa bahagia dengan memperoleh untung sebesar $100.

Aturan dari nilai fungsi dalam akuntansi mental menggambarkan bagaimana suatu kejadian dirasakan dan dikodifikasi dalam membuat keputusan. Mental akun atau dalam bahasa sederhana dapat disebut sebagai jurnal dapat dibuat dalam tiga cara, yaitu akun minimal, akun berdasarkan topik, dan akun komprehensif.

Proses pembelian barang dalam akuntansi mental dipandang dari sisi laba dan rugi. Barang yang diperoleh dianggap sebagai laba, sedangkan uang yang dibayarkan dianggap sebagai rugi. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Kahneman and Tversky (1984) dan Thaler (1985) menolak gagasan tersebut. Menurut mereka seseorang memperoleh dua macam utilitas dari proses pembelian tersebut, yaitu utilitas akuisisi dan utilitas transaksi. Utilitas akuisisi mengukur nilai dari barang yang diperoleh dibandingkan dengan harga barang tersebut. Utilitas akuisisi merupakan nilai yang bersedia dibayar pembeli dimana barang tersebut dianggap sebagai hadiah yang diperoleh cuma-Cuma dikurangi dengan harga yang harus mereka bayar. Sedangkan utilitas transaksi adalah mengukur nilai yang disepakati. Nilai yang disepakati ini merupakan harga regular yang bersedia dibayar untuk memperoleh suatu barang. Dimana harga tersebut merupakan perbedaan dari jumlah yang dibayar oleh pembeli dengan harga yang sebenarnya diharapkan pembeli atas barang tesebut. Konsep utilitas transaksi ini tidak berlaku dalam model ekonimi standar karena konsumsi individu selalu sama dalam kondisi apapun.

Pada sistem akuntansi biasa ada keputusan kapan suatu akun akan dibuka dan kapan suatu akun akan ditutup. Misalnya, saat seseorang memutuskan untuk berinvestasi pada saham sebesar $1000 maka pada saat itu dia akan membuka akun terkait dengan investasi yang dilakukannya. Seiring berjalannya waktu saham tersebut mengalami kenaikan/penurunan harga sehingga menimbulkan laba/rugi yang belum direalisasi. Pada saat orang tersebut memutuskan untuk menjual sahamnya, maka saat itu juga rekening investasi dia pada saham harus ditutup. Laba/rugi yang sebelumnya tidak direalisasi, maka pada saat akun ditutup laba/rugi tersebut harus direalisasi.

Dalam akuntansi mental, laba/rugi yang belum direalisasi sulit untuk dimasukkan dalam akal pikiran. Namun akan menjadi jelas bagi mereka bila rugi tersebut benar-benar telah direalisasi dan rugi tersebut cukup menyakitkan bagi mereka. Oleh karena menutup akun investasi pada saat saham mengalami rugi, maka berdasarkan akuntansi mental orang tersebut justru lebih mempertahankan saham yang rugi dan justru menjual saham yang nilainya untung. Hal ini sesuai dengan komponen dari akuntansi mental yang disebutkan sebelumnya, bahwa seorang individu cenderung memiliki sifat tidak menyukai rugi (risk averse). Hal yang berlawanan akan dilakukan oleh investor yang rasional, dimana dia akan menjual sahamnya yang merugi dan mempertahankan saham yang nilainya baik.

Situasi lain yang mendorong seorang individu untuk membuka atau menutup akun yang dimilikinya adalah pada saat terjadi transaksi pembelian di muka. Seseorang yang telah membeli tiket pertandingan satu minggu sebelum pertandingan berlangsung misalnya, pada saat pembelian tiket berarti orang tersebut mulai memutuskan untuk membuka akunnya yang terkait dan berharap menutup akun tersebut saat tiket yang sudah dibeli digunakan untuk menonton pertandingan pada saat berlangsung. Namun, ada hal-hal diluar dugaan yang terjadi yang mengakibatkan tiket tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan karena ada sesuatu hal yang menghalangi si pemilik tiket untuk menonton pertandingan, misalnya terjadi badai. Bila tiket tersebut tidak digunakan pada saat pertandingan berlangsung, artinya si pemilik tiket harus menutup akunnya dalam kondisi rugi. Oleh karena itu mereka tetap memaksakan diri agar tiketnya digunakan menonton menskipun di luar terjadi badai karena mereka tidak ingin menutup akunnya dalam kondisi rugi. Konteks di atas tidak berlaku untuk pembelian barang yang sifatnya rutin. Pembelian rutin mengalami evaluasi lebih pada masalah apakah terjadi peningkatan atau penurunan dalam harga beli yang terkait atau saat kondisi mengalami perubahan dari biasanya.

Keputusan lainnya yang berkaitan dengan akuntansi mental adalah preferensi orang untuk menggunakan aset pribadinya daripada menggunakan aset milik pihak lain. Misalnya, seseorang lebih memilih untuk membeli mobil pribadi untuk mendukung aktivitas mereka sehari-hari. Padahal berdasarkan analisis efisiensi biaya, orang tersebut akan lebih efisien bila menggunakan taksi atau angkutan umu lainnya dibandingkan membeli mobil pribadi. Namun, mereka menganggap biaya yang harus mereka bayar untuk transportasi umum yang mereka gunakan justru akan meningkatkan jumlah pengeluaran mereka dan mereka beranggapan bahwa dengan menggunakan kendaraan pribadi maka mereka bisa memperoleh manfaat gratis dari pos transportasi karena kendaraan tersebut milik mereka sehingga tidak perlu membayar.

Masalah penganggaran dalam akuntansi mental menggolongkan uang menjadi tiga bagian, yaitu pengeluaran (termasuk biaya makan, tempat tinggal, dan sebagainya), kekayaan (temasuk cek, dana pensiun, dan sebagainya), dan terakhir adalah pendapatan, yang dikategorikan sebagai pendapatan biasa dan luar biasa. Membagi pengeluaran ke dalam kategori anggaran memiliki dua tujuan, yaitu proses penganggaran dapat membantu dalam membuat tukaran yang rasional untuk penggunaan dana yang dimiliki. Alasan kedua adalah sistem penganggaran dapat bertindak sebagai alat pengendali diri sendiri. Semakin ketat anggaran berarti semakin ketat aturan dalam anggaran tersebut. Keluarga yang hidup mendekati kemiskinan menggunakan anggaran yang ketat dan eksplisit, sedangkan dalam keluarga yang lebih makmur anggarannya kurang diperhatikan, tingkat konsumsi mereka tidak diperketat oleh anggaran. Keluarga yang lebih miskin cenderung memiliki anggaran dalam periode yang lebih pendek daripada keluarga yang berkecukupan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa akuntansi mental melanggar prinsip ekonomi mengenai substitusi. Pelanggaran ini diperkenalkan dalam sistem penganggaran, dimana pelanggaran ini terjadi karena beberapa anggaran dirancang terlalu rendah agar dapat berfungsi sebagai alat pengendali diri sendiri. Perilaku yang jelas menggambarkan konsep ini adalah dalam pemberian hadiah dari seseorang kepada orang lainnya. Biasanya seseorang akan memberikan hadiah kepada orang lain berupa barang yang nilai barang tersebut lebih tinggi daripada nilai barang yang sehari-hari mereka gunakan. Akuntansi mental menjelaskan alasan konsep tersebut, bahwa seseorang menganggap suatu hadiah bernilai mewah bila dia tidak dapat membeli hadiah itu dengan kemampuan mereka sendiri. Analisis ini memberikan gambaran bahwa bagaimana masalah kontrol diri sendiri dapat mempegaruhi pilihan seorang individu. Masalah lain yang berkaitan dengan kontrol diri sendiri adalah kategori penempatan aset oleh seorang individu. Dimana urutan penempatan aset dapat dimulai dari pos yang sifatnya likuid hingga yang sifatnya kurang likuid. Semakin tidak likuid suatu aset dikategorikan berarti semakin besar kontrol individu tersebut atas aset yang ditempatkan dalam posisi tersebut. Masalah lainnya yang berkaitan dengan pelanggaran prinsip ekonomi mengenai substitusi adalah menganai sumber pendapatan yang diperoleh seorang individu atau rumah tangga.

Tantangan yang Dihadapi eBay di Tahun 2008

Pada tahun 1995 eBay pertama kali diluncurkan oleh Pierre Omidyar sebagai satu-satunya situs lelang di dunia. Situs ini merupakan salah satu pioner model bisnis lelang yang dilakukan secara on-line. Diawali oleh konsep untuk mempertemukan penjual dan pembeli dari barang tertentu yang sifatnya memiliki ketertarikan secara personal sehingga tidak ada pasar umum untuk barang tersebut, eBay ditujukan untuk kalangan terbatas di sekitar Teluk San Fransisco. Sebagai salah satu domain yang memberikan jasa pelelangan secara on line, eBay pada awalnya dikelola secara pribadi oleh Omidyar. Dia merancang bagaimana skema pelelangan antara penjual dan pembeli dapat berlangsung. Model bisnis yang baru ini langsung menarik perhatian dari banyak pihak, mulai dari kalangan bisnis hingga individu secara personal. Menghadapi pertumbuhan yang sangat signifikan ini, eBay bergeser dari bisnis yang pada awalnya dikelola secara pribadi menjadi bisnis yang membutuhkan pengelolaan secara profesional.

Misi yang dirumuskan oleh pengelola model bisnis ini cukup sederhana, yaitu “help the people trade practically anything on earth”. Sebagai suatu pioner model bisnis, memang tidak mudah untuk menjalankan eBay hingga mengalami pertumbuhan yang signifikan seperti yang diingkan pada awal berdirinya. Hal ini disebabkan oleh mulai bermunculannya model bisnis-model bisnis serupa yang menawarkan beberapa fitur alternatif dan inovatif. Model bisnis Omidyar ini diklasifikasikan berdasarkan tiga segmen yaitu, segmen marketplace, segmen payment dan segmen communication. Dari waktu ke waktu eBay menerapkan strategi bisnisnya di masing-masing segmen tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis secara menyeluruh. Keinginan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis tersebut dilakukan dengan menerapkan strategi akuisisi untuk masing-masing segmen. eBay banyak melakukan akuisisi terhadap situs-situs lain yang dianggap dapat mendukung pertumbuhan bisnis mereka. Misalnya di segmen marketplace mereka mengakuisis beberapa situs belanja on line seperti Rent.com, Shopping.com, StubHub, dan sebagainya. Akuisisi besar-besaran ini oleh Michael E. Porter disebut sebagai The Growth Trap, yaitu strategi yang dipilih suatu bisnis untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan.

Pilihan tersebut pada kenyataannya dianggap gagal dalam bersinergi dengan strategi awal yang diterapkan mereka. Hal ini bisa dilihat dari pengakuan manajemen eBay mengenai akuisisi yang dilakukan terhadap Skype. Akuisisi Skype ini pada awalnya ditujukan untuk menunjang dan mempermudah segmen communication dalam praktik lelang on line tersebut. Namun, kenyataannya sinergi yang diinginkan sebagaimana dipertimbangkan pada awal akuisis tersebut tidak dapat diwujudkan oleh eBay. Akhirnya terpakasa eBay menjual kembali Skype pada tahun 2005 dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan pada saat akuisisi.

Strategi akuisisi besar-besaran yang dilakukan oleh eBay juga ternyata banyak yang tidak sesuai dengen model bisnis yang dirumuskan pada awal mula situs tersebut diluncurkan. Strategi yang diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan eBay karena dengan akuisisi beberapa situs tersebut diyakini mampu menyediakan mekanisme yang semakin mempermudah proses pelelangan ternyata justru menjadi bumerang bagi mereka. Mereka tidak lagi berfokus pada misi yang dirumuskannya. Di saat menilai siapa saja yang menjadi pesaing bisnis eBay ternyata ditemukan bahwa banyak sekali pesaing bisnis mereka sehingga strategi yang harus mereka terapkan untuk menghadapi persaingan tersebut sulit untuk ditentukan. Tindakan eBay yang dimaksudkan sebagai kekuatan bisnis mereka karena ingin memberikan lebih banyak kemudahan kepada pembeli dan penjual justru menjadi kelemahan dan kekurangan mereka dalam menjalankan bisnisnya. Insiatif tersebut belakangan justru menuai protes dari para penjual karena posisi mereka menjadi lemah terhadap pembeli karena pada dasarnya inisiatif tersbut sifatnya lebih melindungi dan memudahkan pembeli, bukan penjual.

Kondisi yang seperti ini mengharuskan eBay untuk memetakan kembali strategi yang harus diberlakukan agar tujuan yang mereka inginkan bisa tercapai. Bila mereka terus membiarkan kondisi ini semakin memburuk maka semakin terlihat bahwa strategi yang dianut mereka akan membahayakan kelangsungan hidup bisnis eBay. Mereka harus kembali mengidentifikasi apa tujuan bisnis mereka, siapa pesaingnya dan bagaimana strategi atau tindakan-tindakan yang dipilih mampu bersinergi satu sama lain. Beberapa analis menyebutkan bahwa Amazon.com sebagai pesaing utama eBay pada beberapa tahun kedepan mampu merebut pangsa pasar yang saat ini dimiliki oleh eBay. Oleh karena itu, penting bagi eBay untuk mengubah strategi bisnis mereka dengan lebih memfokuskan pada apa yang sbenarnya mereka tawarkan. Hal ini dibutuhkan karena model bisnis seperti yang dilakukan oleh eBay beroperasi pada area yang senantiasa bertumbuh dari waktu ke waktu. Pengguna internet dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan yang signifkan. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan banyak muncul pesaing-pesaing baru dengan model bisnis yang sama maupun yang berbeda yang menggunkan media internet tersebut.

Dell Inc.

1. Profil Dell Inc.
Dell Inc. adalah perusahaan yang bergerak dalam industri teknologi informasi. Pada awal berdirinya, yaitu tahun 1984 perusahaan ini bernama PCs Ltd. Seiring berjalannya waktu, perusahaan yang dirintis oleh Michael Dell ini terus mengalami peningkatan yang cukup siginifikan sehingga perusahaan ini berganti nama menjadi Dell Computer dan pada akhirnya menjadi Dell Inc. Perusahaan yang berbasis di Austin-Texas ini merupakan produsen perangkat keras komputer, perangkat lunak, bahkan layanan-layanan lain yang berkaitan dengan teknologi komputer. Hingga tahun 2008 pangsa pasar Dell Inc. telah mencakup kawasan Amerika, Asia, Eropa, bahkan sebagian Afrika.
Visi Dell Inc. adalah menjadi salah satu dari tiga perusahaan komputer terbesar di dunia. Berbekal strategi dan model bisnis berupa pemasaran secara langsung dan produksi berdasarkan pesanan, perusahaan ini mampu bersaing dalam pasar global. Strategi tersebut menjadikan proses bisnis Dell Inc. lebih efisien dibandingkan para pesaingnya sehingga Dell Inc. mampu menjadi low-cost provider dalam industri komputer. Pesaing utama dari Dell Inc. adalah Hewlett-Packard yang hingga akhir tahun 2008 tetap menjadi pemimpin pangsa pasar global dalam industri komputer. Mengandalkan strategi dan model bisnis unik yang dimiliki oleh Dell Inc., perusahaan tersebut bertekad untuk menjadi pemimpin dalam pasar komputer dan mengalahkan pesaing utamanya, yaitu Hewlett-Packard.

2. Strategi Generik
Dell Inc. memiliki strategi generik dalam menjalankan bisnisnya sebagai low-cost provider. Sebagai produsen perangkat keras komputer, Dell Inc. menawarkan harga yang lebih rendah daripada pesaing-pesaingnya seperti Hewlett-Packard, Cisco, IBM, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena untuk jenis produk yang sama, Dell Inc. menetapkan tingkat margin yang lebih rendah sehingga harga yang ditawarkan kepada pelanggan menjadi lebih murah dan Dell Inc. mampu memberikan penghematan kos yang signifikan bagi mereka. Untuk mencapai hal tersebut Dell Inc. melakukan analisis rantai nilai dan bekerja sama dengan pemasok kunci yang dapat memasok barang dengan harga yang lebih rendah tetapi tetap menjaga kualitas pasokannya. Analisis rantai nilai yang dilakukan Dell Inc. mampu menghilang aktivitas penjualan dan pemasaran melalui reseller, dimana aktivitas tersebut dimiliki oleh pesaing Dell Inc. yang lain. Strategi penjualan langsung yang diterapkan oleh Dell Inc. menjadikan perusahaan tersebut memiliki rantai nilai yang lebih pendek daripada pesaingnya sehingga memberikan keunggulan kompetitif tersendiri bagi Dell Inc.
Strategi lain yang dilakukan Dell Inc. sebagai low-cost provider adalah menerapkan aktivitas riset dan pengembangan yang cukup besar. Aktivitas tersebut dilakukan untuk menelusuri dan menguji perkembangan-perkembangan terkini yang terjadi dalam komponen perangkat keras maupun perangkat lunak komputer. Memastikan komponen terbaru mana yang mampu memberikan keunggulan terbesar dengan kos rendah yang selanjutnya akan digunakan dalam produk Dell Inc. yang baru. Anggaran yang disediakan Dell Inc. untuk aktivitas riset dan pengembangan ini berkisar antara $430-$500 juta per tahun, bahkan pada tahun 2008 kos tersebut meningkat menjadi $600 juta. Dell Inc. juga menggunkan sistem on line untuk melakukan aktivitas penjualan dan pemasaran produk mereka melalui www.dell.com. Bahkan untuk layanan purna jual, Dell menyediakan fasilitas layanan perbaikan secara on-line. Layanan ini memungkinkan para pelanggan Dell Inc. melakukan kompalain terkait produk yang mengalami kerusakan melalui situs tertentu dan pada saat yang bersamaan sistem on-line service yang dimiliki Dell Inc. mampu mengidentifikasi dan memperbaiki bagian yang mengalami kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan agar kepuasan pelanggan tetap terjaga dan kos yang dikeluarkan Dell Inc. dapat ditekan sedemikian rupa sehingga Dell mampu menawarkan produk dengan harga yang jauh lebih rendah dibanding pesaingnya.
Tindakan lainnya untuk menekan kos dalam rangkan menjadi low-cost leadership dilakukan Dell Inc. dalam masalah pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hal ini diketahui dari tekad manajemen untuk mengurangi 8.800 pekerja pada akhir tahun 2008. Dell Inc. juga lebih memilih menggunakan strategi outsourcing dibandingkan dengan melakukan integrasi vertikal. Alasannya adalah dengan menyerahkan aktivitas produksi tertentu kepada para ahlinya memungkinkan Dell untuk lebih fokus dalam menjalankan kompetensi inti Dell dengan lebih efektif dan efisien. Strategi low-cost ini cocok diterapkan oleh Dell Inc. karena Dell bergerak dalam industri dimana kompetisi harga sangatlah menentukan bagi keberhasilan bisnis. Selain itu produk dalam industri komputer tersebut hampir serupa dalam hal jenis maupun kemampuannya sehingga pelanggan memiliki pilihan yang cukup banyak dan dapat dengan mudah berpindah dari satu provider ke provider lainnya. Harga murah yang ditawarkan Dell memungkinkan perusahaan tersebut dilirik oleh para pelanggan yang sadar betul akan harga.

3. Strategi Pendukung
Untuk dapat mencapai strategi low-cost provider, Dell Inc. menggunakan beberapa strategi lain yang mampu mendukung strategi generik mereka. Salah satunya adalah Dell melakukan aliansi strategis dengan EMS, sebuah perusahaan penghasil perangkat penyimpanan (data storage). Aliansi ini memungkinkan Dell untuk bersaing dengan Cisco sebagai penghasil utama perangkat penyimpanan. Dell juga melepaskan beberapa aktivitas rantai nilainya kepada pihak lain dengan melakukan kontrak outsourcing. Untuk memberikan nilai tambah kepada para pelanggannya Dell memberikan jasa tambahan yang memberikan kemudahan kepada pelanggan untuk mengggukan perangkat lunak yang disediakan oleh Dell. Untuk mendukung tujuan tersebut Dell melakukan akuisisi terhadap sejumlah perusahaan penyedia perangkat keras yang cukup terkemuka seperti Everdream Co, SilverBack Technologies Inc., MessageOne Inc., dan sebagainya pada tahun 2007 dan 2008. Total akuisisi yang dilakukan Dell sepanjang 2007-2008 adalah sebanyak enam perusahaan. Akuisisi tersebut dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan Dell dalam menyediakan layanan bernilai tambah kepada para pelanggannya.

4. Strategi Bersaing di Pasar Global
Selain berjuang untuk menjadi pemimpin di pasar Amerika Serikat, Dell juga mengembangkan bisnisnya untuk bersaing di pasar global, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Harus diakui meskipun Dell memiliki pangsa pasar terbesar di Amerika Serikat, namun secara global pangsa pasar terbesar masih dipegang oleh pesaing utamanya, yaitu Hewlett-Packard. Strategi Dell untuk memasuki pasar global adalah melakukan kontrak bisnis dengan sejumlah perusahaan manufaktur di wilayah Asia. Pada awalnya Dell melakukan “two-two system” dalam memproduksi laptopnya. Sistem ini berupa menyerahkan sebagian proses perakitan laptopnya kepada perusahaan-perusahaan komputer di Asia, selanjutnya produk setengah jadi tersebut dikirimkan kembali kepada Dell untuk dirakit menjadi produk jadi. Namun, sistem seperti ini menjadikan proses produksi Dell Inc. menjadi tidak efisien. Sehingga pada akhirnya Dell melakukan 100% outsourcing dalam memproduksi laptop tersebut.
Tidak mudah bagi Dell untuk bersaing dalam pasar global karena strategi penjualan langsung yang dimiliki oleh perusahaan tersebut mengharuskan Dell mampu menyesuaikan diri terhadap kebutuhan dan preferensi pelanggan di masing-masing negara. Berbeda dengan Hewlett-Packard yang aktivitas pemasaran dan penjualannya dilakukan melalui agen dan distributor yang sudah tersebar di beberapa negara lain. Hewlett-Packard tidak menemui kesulitan yang signifikan terkait masalah pemasaran dan penjualan tersebut karena para agen dan distributor di masing-masing negara melakukan pendekatan tertentu dalam memasarkan produk tanpa perhatian dan fokus langsung dari Hewlett-Packard. Risiko lain yang harus ditanggung oleh Dell Inc. dengan beroperasi dalam pasar global dialami Dell pada tahun 1993, dimana Dell mengalami kerugian sebesar $38 juta akibat foreign-currency hedging.

5. Kesimpulan
Harapan Dell untuk dapat menyusul pesaing utamanya, yaitu Hewlett-Packard di tahun 2008 sepertinya masih jauh. Hal ini dikarenakan ada sedikit perbedaan dalam model bisnis yang dikembangkan oleh kedua perusahaan komputer tersebut. Dell Inc. merupakan perusahaan komputer yang menawarkan strategi low-cost kepada para pelanggannya, sedangkan Hewlett-Packard memiliki sasaran konsumen lain yang tidak terlalu peka terhadap harga namun memiliki kesadaran akan kualitas produk yang lebih tinggi. Meskipun di pasar Amerika Serikat proporsi pasar yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut memiliki beda yang relatif tipis, tapi di pasar global terdapat gap yang cukup besar antara Dell dan Hewlett-Packard. Sampai dengan akhir tahun 2007 proporsi pasar Hewlett Packard lebih tinggi daripada Dell. Hal ini semakin diperkuat dengan terpilihnya Mark Hurd sebagai CEO HP yang baru. Dibawah kepemimpinannya, kinerja HP terus mengalami peningkatan dan mampu memuaskan para shareholder-nya. Hal inilah yang mengharuskan Dell untuk bekerja lebih keras lagi dengan strategi dan model bisnis yang mereka miliki agar dapat mengalahkan pesaing utamanya tersebut di tahun 2008.

Misi, Model Bisnis dan Startegi Costco Wholesale

Costco Wholesale Corporation merupakan salah satu wholesaler yang berpusat di Issaquah, Washington. Perusahaan ini didirikan oleh Jim Sinegal yang bekerja sama dengan Jeff Brotman pada tahun 1983. Pada awal berdirinya Costco beroperasi di Seattle dan dari tahun ke tahun perkembangan bisnis tersebut cenderung mengalami peningkatan. Selaku pendiri dan CEO Costco, Sinegal menjalankan bisnisnya berbekal pengalaman yang telah Ia peroleh selama bekerja di Price Club. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa model bisnis yang dikembangkan oleh Costco adalah mengadopsi atau meniru model bisnis yang sudah ada sebelumnya, yaitu Price Club yang didirikan oleh Sol Price yang sebelumnya merupakan manajer dari Sinegal. Namun, tidak seperti kebanyakan model bisnis lain yang juga mengadopsi model bisnis dari perusahaan yang sudah ada sebelumnya, Costco memiliki strategi yang cukup jelas. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan yang saat ini dijalankan oleh Costco yang tertuang dalam misi perusahaan, yaitu “to continually provide our members with quality goods and services at the lowest posible prices.”
Model bisnis yang dikembangkan berdasarkan misi mereka adalah menghasilkan volume penjualan dan perputaran sediaan yang tinggi dengan menawarkan harga yang sangat murah kepada para konsumennya atas produk-produk bermerek nasional maupun produk-produk bermerek buatan mereka sendiri (privat-label product). Untuk mewujudakan misi tersebut maka salah satu keunggulan kompetitif yang merupakan strategi Costco dalam menjalankan bisnisnya adalah sebagai low-cost provider. Costco menjual produk-produk bermerek dengan harga yang relatif lebih murah daripada para pesaingnya. Elemen kunci dari strategi ini adalah pembatasan margin dari penjualan produk-produk bermerek mereka. Costco hanya mematok margin sebesar 14% dari penjualan produk bermerek yang dijual di gudangnya. Sedangkan para pesaingnya mematok margin sebesar 20-50% dari penjualan produk serupa. Untuk produk dengan label Costco, margin yang dipatok mereka adalah sebesar 15%. Margin untuk produk jenis ini memang lebih besar daripada margin dari produk dengan merek nasional. Namun, bila dibandingkan dengan para pesaing lainnya margin Costco ini tetap lebih rendah 20%.
Harga yang sangat rendah yang ditawarkan oleh Costco ini hampir menyerupai praktik predatory pricing dalam suatu industri. Sehingga seorang analis Wall Street mengkritik bahwa tindakan Costco untuk memuaskan para pelanggannya menjadi beban yang harus ditanggung oleh para pemegang saham Costco. Namun, kritik tersebut ditanggapi oleh Sinegal dengan berpendapat bahwa tujuan mereka menjalankan bisnis adalah untuk jangka panjang sehingga perlu strategi yang dapat menarik minat para pelanggannya agar tujuan mereka dapat dicapai. Strategi harga murah yang diterapkan oleh Costco ini bukanlah bentuk perdatory pricing karena strategi mereka tidak merusakan bentuk persaingan dalam industri wholesaler. Strategi mereka dirumuskan dengan baik sehingga menjadi keunikan tersendiri bagi perusahaan yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan sejenis dalam suatu industri.
Seperti yang dikemukakan oleh Michael E. Porter dalam What Is Strategy, suatu strategi harus sesuai (fit) dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan. Kemampuan Costco menjalankan strategi low-price nya adalah karena mereka membatasi pilihan dari masing-masing produk yang dijualnya. Costco hanya menjual 4.000 jenis produk kepada para pelanggannya dengan membatasi pilihan mereka dari aspek ukuran, warna, mapun modelnya. Tujuan dari pembatasan pilihan produk ini adalah agar Costco dapat mengontrol pelanggan yang menjadi fokus mereka. Costco tidak melayani pelanggan yang mengingikan produk dalam ukuran kuantitas yang relatif kecil. Hal itu merupakan salah satu kelemahan Costco dalam merespon pasar yang jenisnya bervariasi, namun kelemahan tersebut dijadikan sebagai kekuatan oleh Costco karena dengan memiliki fokus pelanggan, maka perusahaan lebih mudah dalam mengelola bisnis mereka. Selain membatasi pilihan produknya, Costco juga menyediakan fitur lain kepada pelanggan berupa treasure-hunt merchandising. Fitur ini memungkinkan para pelanggan untuk mendapatkan produk merek terkenal dengan harga yang sangat murah yang hanya ditawarkan pada saat tertentu saja. Tujuan dari strategi ini adalah agar para pelanggan mereka lebih sering meluangkan waktunya untuk berbelanja di Costco karena ada harapan bahwa pada saat tertentu mereka bisa memperoleh barang berkualitas dan bermerek dengan harga yang sangat rendah sehingga memberikan penghematan yang signifikan bagi mereka.
Strategi lainnya yang mendukung perkembangan bisnis Costco adalah kemampuan perusahaan tersebut dalam mengelola kos-kos overhead yang harus mereka keluarkan. Contohnya, Costco membatasi biaya pemasaran dan iklan mereka seminimal mungkin. Berbagai penawaran kepada pelanggan dilakukan melalui surat elektronik yang ditujukan kepada masing-masing pelanggan secara personal. Strategi pemasaran ini cukup efektif dan efisien karena langsung ditujukan kapada pelanggan yang telah diidentifikasi dengan baik. Namun, strategi pemasaran seperti ini memang memerlukan basis data yang baik mengenai konsumen dan hal ini tentu saja membutuhkan investasi tersendiri bagi Costco. Strategi lainnya untuk mencapai volume penjualan dan perputaran sediaan yang tinggi adalah melakukan ekspansi yang besar. Ekspansi yang besar ini bisa jadi merupakan suatu hambatan yang dihadapi oleh Costco sebagai low-cost provider karena dengan ekspansi perusahaan akan membutuhkan tambahan modal kerja yang cukup besar. Hambatan seperti ini dijawab oleh Costco dengan memberikan konsep pertokoan dalam bentuk gudang sehingga kos ekspansi yang dibutuhkan relatif kecil. Konsep pertokoan gudang yang sederhana ini tidak mengurangi ketertarikan pelanggan untuk berbelanja di Costco karena Costco menawarkan fitur-fitur lain seperti yang telah dibahas sebelumnya. Mengikuti perkembangan di bidang teknologi informasi, maka Costco juga melayani penjualan melalui situs internet. Strategi ini juga memberikan hasil yang cukup signifikan dalam peningkatan pendapatan Costco.
Biaya overhead lain yang juga dapat diminimalisir oleh Costco adalah biaya gaji karyawan perusahaan karena jam operasional Costco lebih pendek daripada perusahaan pesaing lainnya. Tetapi hal ini tidak mengurangi bentuk kompensasi dan benefit yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya. Banyak macam benefit yang ditawarkan oleh Costco kepada para karyawan mereka. Hal ini menjadikan karyawan Costco merasa senang dalam bekerja sehingga kinerja dan produktifitas merekapun tinggi. Tidak hanya itu, loyalitas karyawan Costco dikenal sangat baik dibandingkan karyawan yang bekerja pada perusahaan pesaing lain. Sebagian besar posisi manajer tingkat atas dalam perusahaan berasal dari rekruitmen secara internal meskipun Costco juga bersifat terbuka bagi pelamar-pelamar dari luar yang memang memilki potensi dalam bidang retailer. Komposisi karyawan yang sebagian besar diisi oleh orang dalam perusahaan ini menimbulkan sedikit pertanyaan mengenai kemampuan organisasi dalam menerima adanya suatu perubahan dan melakukan inovasi tertentu. Kondisi seperti ini menimbulkan budaya perusahaan yang sudah mengakar bagi para karyawan sehingga berpotensi adanya sikap yang resisten terhadap perubahaan yang muncul dalam perusahaan meskipun perubahan tersebut berdampak baik bagi perusahaan.
Filosofi dan nilai bisnis yang dimiliki Costco sudah cukup komprehensif karena melibatkan faktor internal bahkan eksternal yang cakupannya cukup jauh dari perusahaan, yaitu hukum, pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham. Dari segi persaingan Costco mampu mengidentifikasi siapa saja perusahaan yang menjadi pesaing-pesaing utama bisnis mereka. Ada beberapa keunggulan kompetitif pesaing yang harus diperhatikan oleh Costco demi kelangsungan usaha mereka. Misalnya, Sam’s Club memiliki model bisnis yang identik dengan Costco. Dari aspek pembentukan pelanggan, Sam’s Club dan BJ’s Wholesale menawarkan biaya pendaftaran pelanggan dan klasifikasi pelanggan yang lebih baik. Sam’s Club menawarkan biaya pendaftaran pelanggan yang lebih murah daripada Costco sedangkan BJ’s Wholesale memiliki klasifikasi pelanggan yang lebih banyak daripada Costco. Tetapi hal ini tidak mengurangi kedudukan Costco dalam bisnis Wholesale karena Costco masih memegang 53% pangsa pasar yang tersedia. Selain itu sistem pembayaran dan fitur-fitur lain yang ditawarkan oleh kedua pesaing tersebut harus menjadi perhatian bagi Costco.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, Costco memang memiliki strategi yang menjadikannya berbeda dan unik daripada pesaing lainnya. Namun, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Costco untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya. Hal ini dikarenakan linmgkungan bisnis dewasa ini cenderung dinamis dan turbulen sehingga dibutuhkan respon yang baik terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Respon ini dibutuhkan agar perusahaan tetap memiliki strategi yang baik untuk mencapai tujuan yang telah mereka tentukan. Dalam menjalankan bisnisnya Costco tidak hanya berbekal pengetahuan mengenai hitungan-hitungan finansial yang sifatnya mekanis, tapi juga Costco mampu memahami pelanggannya dari aspek perilaku mereka. Costco mengerti apa yang dibutuhkan dan diinginkan setiap pelanggannya saat berbelanja di toko mereka. Costco juga memberikan lingkungan kerja dan kompensasi yang baik bagi para karyawan mereka sehingga kinerja dan loyalitas mereka tinggi. Hal ini merupakan keunggulan yang harus dipertahankan Costco dalam lingkungan bisnis mereka yang sangat kompetitif.

Jumat, 28 Januari 2011

Peran Akuntansi dalam Implementasi Good Corporate Governance

Konsep corporate governance (CG) sebenarnya sudah dikenal lama oleh manusia sejak manusia itu mulai terlibat dengan aktivitas bisnis. Hanya saja perspektif mengenai CG ini mengalami evolusi dari waktu ke waktu mengikuti tren yang terjadi dalam dunia bisnis (Ali, 2010). Istilah CG sendiri mulai diperkenalkan dalam tataran akademik melalui artikel yang ditulis oleh Bob Tricker pada tahun 1983 dengan judul Perspective on Corporate Governance: Intellectual Influences in the Exercise of Corporate Governance. Artikel tersebut banyak membahas isu-isu hangat yang berkaitan dengan CG, misalnya mengenai struktur dewan direksi, pengawasan dewan direksi terhadap manajemen, akuntabilitas, tanggung jawab sosial perusahaan, dan sebagainya.
Menurut Syaiful Ali (2010), topik CG mengalami empat tahap evolusi yaitu perkembangan di awal abad ke-20, perkembangan di era 1970-an, perkembangan di era 1980-an, perkembangan di era 1990-an, dan perkembangan di abad ke-21. Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1932 pembahasan mengenai pemisahan antara manajemen dan pemilik perusahaan sedang berkembang. Berle dan Means memperingatkan pemerintah dalam artikelnya mengenai akan adanya konflik kepentingan antara negara dengan perusahaan. Tulisan inilah yang mengilhami dibentuknya Security Exchange Commission (SEC) di Amerika Serkikat pada tahun 1934.
CG menurut OECD didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain CG merupakan sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Manurung, 2008). Konsep CG ini didasari oleh teori keagenan yang menjelaskan adanya pemisahan tanggung jawab antara agen (pihak yang diberi wewenang) dengan prinispal (pihak yang memberi wewenang). Pemisahan tanggung jawab ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antara agen dan prinsipal. Sehingga CG lahir sebagai suatu perspektif yang bertujuan untuk memberikan penduan bagi para agen dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan oleh prinsipal.
Ada dua sistem implementasi CG, yaitu one-tier system dan two-tiers system. One-tier system banyak digunakan oleh negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Inggris. Sedangkan two-tiers system digunakan oleh negara-negara Eropa seperti Jerman dan Belanda, bahkan Indonesia pun sebagai warisan dari Belanda ikut menggunakan sistem yang kedua ini. Peran pengawas (dewan komisaris) dan pelaksana (dewan direksi/manajemen) dalam one-tier system dijadikan dalam satu wadah yang disebut dengan board of director (BOD). Sedangkan dalam two-tier system kedua peran tersebut dipisahkan (Ali, 2010). Indonesia mulai fokus pada CG sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-1998.
Keterlibatan akuntansi dalam konsep CG ini diawali sejak munculnya berbagai skandal keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Arthur Andersen, dan lainnya. Di Indonesia sendiri melibatkan PT Kimia Farma atas mark-up laporan keuangan, dan ada juga kasus insider trading yang dilakukan oleh karyawan PT BCA pada tahun 2001. Berbagai kasus tersebut mencuat akibat adanya sistem tata kelola perusahaan yang buruk. Peran akuntansi tidak terlepas dari masalah-masalah tersebut karena akuntansi merupakan bahasa bisnis. Artinya, akuntansi bertanggung jawab dalam memberikan informasi yang relevan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Oleh karena itu, peran akuntan dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) juga melekat dengan penerapan kelima prinsip GCG tersebut. Terkait dengan prinsip kewajaran (fairness), suatu informasi akuntansi disebut wajar apabila disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia. Tingkat kewajaran tersebut berasal dari opini yang diberikan oleh akuntan publik, dalam hal ini auditor, berdasarkan petimbangan profesional mereka. Prinsip ke dua, yaitu akuntabilitas melibatkan peran akuntan yang ada di posisi komite audit. Komite audit bertugas melindungi kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan atas reliabilitas dan integritas laporan keuangan perusahaan. Prinsip GCG berikutnya adalah transparansi. Prinsip ini menekankan pada kualitas informasi yang disajikan perusahaan. Untuk itu informasi yang ada dalam perusahaan harus diukur, dicatat, dan dilaporkan oleh akuntan sesuai dengan prinsip dan standar akuntansi yang berlaku (Arifin, 2005).
Prinsip GCG yang ke empat yaitu responsibility, prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai anggota masyarakat yaitu dengan cara mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Akuntansi berperan untuk menetapkan standar yang dapat mengakomodasi masalah ini, yaitu menetapkan PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan. Dalam PSAK tersebut disebutkan bahwa perusahaan dapat menyajikan laporan tambahan yang menjelaskan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya. Peran akuntan untuk menegakkan prinsip ini semakin berkembang dengan adanya Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, Bapepam, BEJ, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dan Forum for Corporate Governance in Indonesia pada bulan Juni 2005. Prinsip yang terakhir adalah indpendensi, masalah independensi merupakan fokus utama bagi para akuntan publik atau auditor eksternal. Untuk dapat terlibat dalam keempat prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya, hal pertama yang harus diperhatikan oleh akuntan adalah masalah independensi. Meskipun akuntan tersebut dipekerjakan oleh manajemen perusahaan, tetapi tanggung jawab mereka adalah kepada masyarakat umum. Sehingga akuntan memiliki kode etik profesi untuk menjaga profesionalitas mereka dalam berkarir.

Shangri-La Hotels

Profil Singkat Perusahaan
Shangri-La Hotel dan Resort merupakan jaringan hotel mewah Asia yang berdiri pada tahun 1971 di Singapura. Pendirinya adalah Robert Kuok, seorang keturunan Cina-Malaysia. Sejak didirikan di Singapura, selanjutnya hotel ini memposisikan dirinya sebagai hotel yang berbeda dari hotel-hotel lainnya karena hotel ini memberikan kemewahan dengan standar Asia. Pada tahun 2006 Shangri-La memiliki empat jenis segmen bisnis, yaitu hotel ownership and operations, property development, hotel management services, and spas.
Sejak awal tahun 1980 Shangri-La mengalami pertumbuhan bisnis yang pesat. Banyak hotel baru yang didirikan oleh group tersebut di wilayah Uni Emirat Arab, Asia Tenggara, Asia Pasifik, Australia, bahkan Amerika Utara. Namun, dari sekian banyak ekspansi yang dilakukan manajemen lebih berfokus pada pengembangan bisnisnya di Cina. Hal ini dikarenakan sejak akhir tahun 1980 pemerintah Cina mulai membuka diri kepada dunia internasional sehingga banyak event penting dunia yang diselenggarakan di kota tersebut. Selain itu Cina merupakan satu-satunya negara yang tidak terkena dampak krisis Asia pada tahun 1997-1998 karena pertumbuhan negara ini cenderung pesat sehingga kondisi bisnis Shangri-La pun tidak terkena dampak yang signifikan dari kejadian tersebut. Seiring berjalannya waktu Shangri-La yang berbasis di Hongkong mampu berkembang sebagai hotel berskala internasional dari yang sebelumnya berskala regional.

Strategi Shangri-La Hotel
Model bisnis yang ditawarkan oleh Shangri-La Hotel adalah pelayanan dengan ciri khas Asia kepada para tamunya yang dikenal dengan nama “Shangri-La Hospitality.” Perpaduan antara kebudayaan lokal, kesenian eksotik dan suasana yang meriah menjadikan Shangri-La Hotel mampu memberikan pengalaman yang tidak terlupakan kepada para tamunya. Lima prinsip dasar yang ditawarkan oleh Shangri-La dalam melayani tamunya adalah respect, humility, courtesy, helpfulness, and sincerity. Manajemen hotel memberikan kebijakan pendelegasian kepada para karyawannya dalam pengambilan keputusan tertentu untuk melayani keinginan para pelanggan dengan segera. Perusahaan ini mengelompokkan karyawannya ke dalam lima lapisan, yaitu Level 1 terdiri dari manajer divisi, Level 2 terdiri dari manajer departemen, Level 3 merupakan manajer bagian, Level 4 adalah supervisi front-line, dan yang terakhir adalah Level 4 berupa karyawan front-line.
Setiap tingkatan karyawan tersebut memiliki otoritas untuk menggunakan sejumlah dana tertentu yang mungkin dibutuhkan untuk melayani kebutuhan tertentu dari para pelanggan dengan sedia. Besarnya dana yang boleh digunakan untuk masing-masing level memang berbeda dan tidak perlu mendapat ijin dari manajemen untuk menggunakan dana tesebut asalakan memang ditujukan untuk melayani kebutuhan para tamu. Selain itu perusahaan ini juga memiliki akademi perhotelan sendiri. Tujuan dari didirikannya akademi perhotelan adalah agar para karyawan mampu meningkatkan keterampilan dan pemahamannya terkait pelayanan kepada tamu hotel. Fokus utama dari akademi ini adalah mengajarkan kepada para mahasiswanya untuk secara efektif menggunakan otoritas pengambilan keputusan yang telah diberikan oleh manajemen.

Budaya dan Kepemimpinan Organisasi
Sebagai hotel yang berbasis di kawasan Asia, maka sebagian besar karyawan hotel merupakan penduduk Asia dengan budaya dan perilaku setempat. Misalnya, untuk Hotel Shangri-La yang berbasis di Hongkong, kinerja karyawan di hotel tersebut memang relatif baik. Seluruh tugas yang diberikan kepada karyawan mampu dikerjakan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Namun, kondisi ini pada akhirnya menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan karena karyawan dengan model seperti itu lebih menyukai bila diarahkan oleh atasannya daripada memiliki inisiatif tindakan sendiri. Budaya yang diterapkan dalam perusahaan relatif lemah karena ada core value perusahaan yang berbenturan dengan budaya masyarakat setempat. Core value tersebut adalah pendelegasian wewenang kepada karyawan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada tamu dengan segera, tetapi hal ini bertentangan dengan budaya lokal karyawan yang lebih menyukai diarahkan oleh atasan daripada harus memiliki inisiatif tindakan sendiri.
Masalah tersebut berusaha dipecahkan oleh manajemen dengan membukan akademi perhotelan yang mendidik para karyawannya untuk secara efektif menggunkan pendelegasian wewenang tersebut. Hal lain yang menjadi perhatian manajemen adalah masalah ekspansi perusahaan ke wilayah pasar Eropa dan Amerika. Ekspansi tersebut dilakukan karena tingkat persaingan hotel di kawasan Asia semakin ramai oleh hotel-hotel asing dan hotel lokal yang meningkatkan produktifitasnya dengan beraliansi dengan hotel dari luar. Untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanannya, suatu hotel harus memiliki jumlah karyawan yang lebih banyak daripada jumlah tamunya. Hal ini bukan menjadi masalah bila hotel tersebut hanya beroperasi di wilayah Asia saja karena sebagai wilayah dengan banyak negara berkembang, maka Asia merupakan pasar tenaga kerja dengan upah yang murah. Kondisi ini sangat menguntungkan perusahaan terutama yang bergelut dalam bisnis perhotelan karena manajemen hotel mampu meraih keuntungan yang cukup signifikan akibat kos tenaga kerjanya yang relatif murah. Sekali lagi, akademi perhotelan Shangri-La mampu menjadi solusi dari masalah ini karena perusahaan bisa memberikan pelatihan melalui akademi tersebut dan lulusan dari akademi tersebut bisa ditempatkan di seluruh wilayah dimana Shangri-La Hotels ingin melakukan ekspansi geografis. Dengan demikian masalah mengenai biaya tenaga kerja yang mahal dapat diatasi oleh pihak manajemen Shangri-La Hotel.
Lingkungan kerja dan kepemimpinan manajemen hotel sudah cukup baik karena penempatan dan jenjang karir karyawan juga jelas. Selain itu bentuk kompensasi perusahaan karyawan juga sudah mengikuti standar industri. Hal ini didukung dengan tingkat perputaran karyawan perusahaan yang rendah. Namun, masalah baru yang juga dihadapi oleh manajemen adalah loyalitas karyawan yang harus diperhatikan karena banyak kelompok hotel asing yang tertarik untuk membajak karyawan-karyawan terdidik Shangri-La dengan memberikan penawaran berupa kompensasi gaji yang nilainya lebih besar. Sehingga budaya perusahaan sebaiknya ditingkatkan lagi agar loyalitas dan produktifitas karyawan semakin baik.

Southwest Airlines in 2008: Culture, Values, and Operating Practices

Profil Singkat Perusahaan
Pada akhir tahun 1966 Rollin King bekerja sama dengan Herb Kelleher mendirikan sebuah bisnis transportasi udara yang menghubungkan wilayah segitiga emas di Amerika bagian Selatan, yaitu San Antonio, Dallas dan Houston. Terciptanya bisnis tersebut karena dilatarbelakangi oleh kebutuhan para pebisnis dari wilayah Texas yang mengeluhkan masalah ketidaktersediaan transportasi yang efektif dan efisien untuk menghubungkan Texas dengan ketiga wilayah strategis tersebut. Rollin King sendiri merupakan pengusaha transportasi udara yang hanya meyediakan transportasi untuk daerah-daerah yang berdekatan dengan menggunakan pesawat-pesawat kecil, sedangkan Herb Kelleher adalah seorang profesional di bidang hukum yang memiliki sebuah kantor konsultan hukum di Texas. Kedua kolega tersebut pada akhirnya sepakat mendirikan bisnis transportasi komersil yang diberi nama Southwest Airlines. Pada bulan Januari 1971 Lamar Muse diangkat sebagai CEO pertama Southwest Airlines dan sejak saat itu juga Soutwest Airlines melakukan penawaran perdana saham perusahaan kepada publik dan berhasil meraup modal publik sebesar $7 juta.
Sejak pertama kali berdiri Southwest Airlines (SWA) mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Setelah Lamar Muse berhenti dari posisinya sebagai CEO, posisi tersebut digantikan oleh Kelleher hingga tahun 2001. Selama kepemimpinan Kelleher, SWA banyak menghadapi berbagai tuntutan hukum, baik yang berasal dari pesaing bisnisnya maupun dari pemerintahan lokal berkaitan dengan jadwal penerbangan dan izin menggunakan bandara. Namun, masalah-masalah tersebut mampu diatasi oleh manajemen dan karyawan SWA serta timbulnya masalah tersebut pada akhirnya mampu membentuk mental dan moral para karyawan dan manajemen SWA kedepannya. Selanjutnya pada tahun 2001-2004 CEO perusahaan dipegang oeh James F. Parker yang kemudian digantikan oleh Gary C. Kelly.



Moralitas Manajemen Di Southwest Airlines
Berdasarkan tiga kategori mengenai moralitas manajemen, maka manajemen di SWA tergolong sebagai manajer yang bermoral. Manajemen selalu berupaya untuk melakukan segala tindakannya dalam cara yang tepat, baik saat berinteraksi dengan karyawan maupun dengan para pelanggan. Hal ini terbukti dengan dibentuknya Culture Committee pada tahun 1990. Komite tersebut bertugas untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai dan budaya perusahaan. Selain itu, berbeda dengan perusahaan lainnya, SWA lebih mengutamakan karyawannya daripada pelanggan. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa karyawan yang diperlakukan dan diperhatikan dengan baik akan memberikan pelayanan yang baik pula kepada pelanggan perusahaan sehingga pelanggan merasa puas setelah menggunakan jasa perusahaan. Collen Barrett sebagai Presiden SWA periode 2001-2008 memiliki kepedulian yang sangat besar terhadap para karyawannya. Dia menganggap bahwa perhatian yang diberikan kepada karyawan merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
Namun SWA juga pernah melakukan hal yang tidak etis karena dianggap mengabaikan keselamatan penumpang untuk kepentingan operasional perusahaan. Peristiwa ini terjadi selama periode beberapa bulan di tahun 2006-2007. SWA mengabaikan pemeriksaan dini terkait kondisi pesawat akibat penggunaan selama beberapa tahun. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Federal Aviation Administration (FAA), setiap maskapai penerbangan wajib melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi secara dini adanya kerusakan pesawat yang timbul karena penggunaan selama pesawat tersebut dioperasikan. Tetapi hal ini tidak diindahkan oleh SWA dan SWA tetap menggunakan pesawat-pesawat yang seharusnya sedang diinspeksi dalam operasional perusahaan. Akibatnya perusahaan harus menanggung sejumlah kos untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Kos yang harus dikeluarkan termasuk dalam kategori level 1 and 2 costs karena SWA harus melakukan investigasi dan isnpeksi ulang terkait prosedur perawatan pesawat mereka, SWA juga harus membayar denda kepada FAA sebesar $10.2 juta, dan manajemen perusahaan harus meminta maaf kepada publik sebagai salah satu bentu tindakan korektif yang dilakukan.



Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Dua nilai inti yang dimiliki oleh perusahaan, yaitu LUV and fun merupakan bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan kepada karyawan dan lingkungan sekitar. Dengan kedua nilai tersebut SWA mampu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman kepada para karyawannya dan hal ini juga termasuk dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu perusahaan juga terlibat dalam perayaan hari-hari istimewa tertentu dengan menunjukkan core value mereka kepada masyarakat secara umum. SWA juga banyak terlibat dengan kegiatan-kegiatan amal, diantaranya adalah dalam program Ronald McDonald House, sebuah kegiatan amal yang memberikan bantuan berupa tempat tinggal yang lokasinya dekat dengan rumah sakit bagi keluarga yang salah seorang anaknya menderita penyakit tertentu yang harus menjalani berobat jalan.

Strategi Southwest Airlines
Berdasarkan teori, ada delapan tugas manajerial yang harus dilakukan dalam mengeksekusi suatu strategi perusahaan. Salah satu dari tugas tersebut adalah SWA telah membangun kompetensi dan kapabilitasnya dengan baik sehingga mampu memberikan harga tiket yang termurah kepada para pelanggannya. Hal ini didukung pula oleh kekuatan sumber daya manusia yang dimiliki oleh SWA. SWA mengutamakan karyawan dengan kepribadian yang baik, hal ini merupakan keunggulan kompetitif SWA yang tidak mudah untuk ditiru oleh pesaingnya. SWA juga memiliki kebijakan yang berbeda dari perusahaan penerbangan lainnya, yaitu SWA tidak pernah menerapkan sistem skorsing kepada para karyawannya. Hal ini jelas mendukung strategi perusahaan karena karyawan selalu diberikan perlakuan-perlakuan yang positif oleh manajemen. Perusahaan juga senantiasa melakukan continuous improvement atas operasi mereka. Misalnya petugas melakukan pencatatan secara statistik untuk mengetahui berapa lama rata-rata keterlambatan kedatangan maupun keberangkatan pesawat mereka, informasi yang diperoleh dapat dijadikan bahan masukan untuk peningkatan layanan operasional perusahaan. Selain itu SWA juga melakukan perubahan atas tampilan eksterior dan interior pesawat-pesawat mereka.
Sejak kepemimpinan Kelleher, perusahaan telah memasang dan mengaplikasikan sistem-sistem yang mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan operasional mereka. Sistem informasi SWA berupa situs resmi perusahaan yang sekaligus dapat digunakan bagi para pelanggan untuk melakukan pemesanan tiket pesawat secara langsung. Bentuk kompenasasi dan penghargaan yang diberikan oleh SWA juga jauh di atas rata-rata industri, bahkan pernah kompensasi yang diberikan oleh perusahaan merupakan bentuk kompensasi tertinggi di dalam industri penerbangan Amerika Serikat. Penghargaan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan juga tidak terbatas pada penghargaan secara finansial saja, tapi juga penghargaan yang sifatnya non-finansial, seperti ucapan selamat yang diberikan oleh CEO kepada karyawan yang mendapat pujian dari pelanggan karena mampu melayani mereka dengan baik.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perusahaan juga memelihara dan menjaga nilai serta budaya yang dimiliki oleh perusahaan dengan mendirikan sebuah Culture Committee. Perusahaan juga memberikan penghargaan kepada karyawan yang mampu menunjukkan core value dan budaya perusahaan dalam tindakan mereka, seperti Heroes of the Heart Award. Kepemimpinan selama Kelleher menjabat sebagai CEO juga sudah sangat baik. Pada masa itu perusahaan banyak mengalami masalah keuangan dan tuntutan hukum dari berbagai kalangan. Namun, karyawan perusahaan mampu bertahan dan memiliki moralitas serta semangat untuk bangkit kembali. Hal yang sama juga terjadi saat perusahaan dipimpin oleh Kelly, dimana saat itu kondisi keuangan dan operasional SWA semakin mengalami peningkatan.

Penempatan Staf dalam Organisasi
Selama proses perekrutan karyawan baru, SWA memiliki pendekatan tersendiri dalam menyaring calon karyawannya, pendekatan itu dikenal dengan istilah target selection. Perusahaan mengidentifikasi perilaku, kemampuan serta motivasi calon karyawan dan kemudian menentukan posisi apa yang tepat untuk diisi oleh karyawan dengan kualifikasi tersebut. Perusahaan lebih mengutamakan calon karyawan yang berkeperilakuan baik daripada calon karyawan dengan keterampilan baik namun tidak memiliki sifat dan perilaku yang sesuai dengan nilai serta budaya perusahaan. Dalam hal promosi, perusahaan juga lebih mengutamakan orang dalam dengan asumsi mereka lebih memahami kebutuhan para bawahan serta rekan sejawat yang mereka pimpin.


Budaya yang Kuat dalam Southwest Airlines
Perusahaan dapat dikatakan memiliki budaya yang kuat didalamnya jika budaya tersebut mampu mengakar dan memberikan nilai yang mendalam dalam operasional perusahaan sehari-hari. SWA memiliki dua core value yang menjadi landasan atas berbagai inisiatif yang meraka lakukan dalam melayani pelanggannya. Seluruh keputusan dan tindakan yang dilakukan selalu mempertimbangkan aspek luv and fun. Perusahaan juga memiliki high-performance culture. Hal ini terlihat dari keyakinan karyawannya untuk bisa bangkit dan bertahan dalam menghadapi berbagai masalah keuangan dan hukum yang dihadapi pada masa-masa awal perusahaan berdiri. Karyawan juga memiliki semangat untuk memberikan hal-hal positif dalam melayani para pelanggan.

E. & J. Gallo Winery

Profil Perusahaan

E. & J. Winery merupakan perusahaan keluarga penghasil wine atau minuman yang berasal dari anggur. Pada awal berdirinya, yaitu tahun 1933, perusahaan ini dikendalikan oleh dua bersaudara Gallo (Earnest & Julio Gallo). Kedua bersaudara tersebut mulai merintis bisnis wine karena kedua orang tua mereka memiliki perkebunan anggur di sekitaran wilayah Modesto, California. Bermodalkan $5,900 mereka berupaya untuk menjadi pemimpin pasar wine di dalam kota dan pada akhirnya mampu menjadi pemimpin di pasar wine Amerika Serikat. Perusahaan ini menganut strategi integrasi vertikal dimana proses bisnis mereka mulai dari produksi hingga distribusi dan pemasaran ditangani oleh mereka sendiri. Hal inilah yang membedakan E. & J. Winery dengan perusahaan winery lainnya di Amerika Serikat. Perusahaan ini menawarkan berbagai jenis wine dalam berbagai jenis merek dan tentu saja dengan kisaran harga dan kandungan alkohol yang berbeda untuk masing-masing merek.

Pada awalnya perusahaan ini hanya sebagai produsen wine murahan dengan tingkat kandungan alkohol yang tinggi. Jenis minuman tersebut ditujukan bagi konsumen menengah ke bawah yang ingin merasakan sensasi wine dengan keterbatasan keuangan. Reputasi inilah yang selanjutnya melekat pada perusahaan meskipun dari tahun ke tahun perusahaan terus melakukan peningkatan kualitas produk dan sasaran konsumen mereka. Berbagai tindakan telah mereka lakukan untuk menghilangkan citra buruk tersebut. Diantaranya adalah secara perlahan perusahaan tidak mencantumkan nama perusahaan pada kemasan wine murah mereka, bahkan mereka menarik dan menghentikan distribusi ­wine-wine murah mereka seperti Thunderbird dan Nightrain dari pasaran pada akhir tahun 1980-an. Namun, upaya-upaya tersebut tidak menuaikan hasil. Meskipun perusahaan sudah mampu menggeser produk yang dihasilkannya, dari wine murahan ke wine istimewa yang dipilih oleh konsumen kelas atas, dan meraih banyak penghargaan internasional sebagai winery terbaik, perusahaan tetap memproduksi wine murahan mereka seperti Thunderbird dan Nightrain.

Walaupun fortified wine (sebutan mereka untuk produk wine murahan) menuai banyak kritik dan tekanan dari berbagai aktivis sosial, komitmen mereka untuk tetap memproduksi jenis wine tersebut tetap dipertahankan. Hal ini dikarenakan produk tersebut merupakan kontributur laba terbesar dalam bisnis winery mereka meskipun dari tahun ke tahun jumlah konsumennya mengalami penurunan. Fortified wine diyakini oleh para aktivis sebagai pemicu terbesar berbagai masalah sosial dalam masyarakat mereka, seperti menigkatnya angka kriminalitas, kecelakaan, dan merusak moral generasi muda mereka dengan minuman beralkohol. Sayangnya E. & J. Gallo Winery seperti halnya winery yang lain tidak melakukan tindakan nyata sebagai good corporate citizenship dalam menanggapi masalah-masalah sosial tersebut. Perusahaan hanya mengurangi kadar kandungan alkohol dalam fortified wine dan tetap memproduksi dan mendistribusikan jenis minuman tersebut meskipun pro dan kontra banyak bermunculan dari berbagai kalangan dan ditujukan bagi perusahaan.

Aspek Etika Terkait Produk Fortified Wine

Proses bisnis perusahaan mengacu pada relativisme etika karena produk yang dihasilkan perusahaan hanya didistribusikan di negara-negara yang menjadikan aktivitas mimum wine sebagai suatu bagian dari gaya hidup. Terkait produksi fortified wine yang diyakini sejumlah aktivis sosial sebagai penyebab utama munculnya masalah-masalah sosial, maka manajemen E. & J. Winery dapat digolongkan sebagai amoral management. Hal ini disebabkan oleh tindakan perusahaan yang terus memproduksi jenis minuman tersebut meskipun sudah banyak bukti nyata yang mendukung tekanan para aktivis tersebut. Keyakinan perusahaan untuk tetap memproduksi jenis minuman fortified adalah karena tidak ada aturan atau regulasi resmi yang mengaturnya. Operasional mereka hanya mengacu pada aspek hukum formal saja yang merupakan batas minimal dari sebuah etika. Walaupun dari tahun ke tahun perusahaan berusaha memproduksi jenis minuman itu dan bergeser ke produk wine istimewa dengan kandungan alkohol yang lebih rendah.

Hal yang mendorong perusahaan untuk terus menghasilkan fortified wine adalah karena margin yang diberikan oleh jenis produk ini lebih tinggi daripada produk wine jenis lainnya. Selain itu pangsa pasarnya lebih besar sehingga produk tersebut menjadi kontributor laba terbesar bagi bisnis winery. Target laba dan ukuran kinerja bottom line itulah yang mendorong perusahaan untuk terus menghasilkan fortified wine yang oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai hal yang kurang baik. Menurut pendapat saya, perusahaan menggunakan pendekatan unconcerned or nonissue approach terkait masalah fortified wine tersebut. Perusahaan tidak mencampurkan pertimbangan etika dengan aktivitas bisnis dan perusahaan hanya mengikuti aturan atau regulasi formal saja. Perusahaan beranggapan produksi fortifed wine tidak bermasalah karena dari aspek hukum produk tersebut memang legal. Apa yang dilakukan oleh perusahaan dengan memperbaiki produk yang dihasilkannya bukanlah suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Hal itu hanya merupakan salah satu strategi bisnis sebagai respon dari pergeseran selera masyarakat akan wine. Menarik produk fortified wine bahkan menghentikan sama sekali produksi minuman tersebut merupakan tindakan nyata untuk mengubah citra perusahaan secara utuh sebagai good corporate citizenship meskipun ada pihak-pihak tertentu yang menganggap tindakan tersebut bukan merupakan satu-satunya solusi yang terbaik untuk mengatasi berbagai macam masalah sosial yang muncul dalam masyarakat.